Things I Do With My Dad

Devi Putri R
4 min readFeb 14, 2023

--

Waktu kecil, bapak sering mengajak jalan-jalan kemana saja. Mulai dari keliling desa dengan sepeda yang dikayuhnya, membeli piano untuk tugas sekolah di tengah kota, pergi ke undangan pernikahan anak temannya, sampai ke jogjakarta.

Waktu kami liburan ke jogjakarta dan menyambangi candi borobudur (iya, ini bukan terletak di jogjakarta secara spesifik), mamah tidak sanggup sampai ke puncak tapi karena tenagaku yang masih sangat banyak akhirnya hanya bapak dan aku yang pergi sampai ke atas sana. Di sana bapak mengambil fotoku dan aku juga minta tolong orang lain untuk mengambil gambar kita berdua. Foto itu masih tersimpan rapi di handphone pertamaku, tetapi sekarang entah di mana keberadaannya. Nanti, aku akan mencari hp tersebut dan menyelamatkan foto kami.

Selanjutnya, aku tidak banyak menghabiskan waktu bersama bapak. Ketika aku beranjak remaja, aku lebih banyak menghabiskan waktu bersama mamah karena masalah pubertas dan lainnya yang membuat aku merasa lebih dimengerti apabila menyampaikannya kepada mamah dibanding bapak.

Lalu tibalah waktu si anak bungsu ini harus keluar dari zona nyaman. Pada waktu pendaftaran ulang kuliah, hari-hari sebelumnya bapak sudah repot memikirkan bagaimana supaya sampai di Dipatiukur tepat waktu karena letak rumah kami yang cukup jauh. Aku pergi berdua dengan bapak pagi pagi buta dan sampai di sana saat adzan subuh menggema. Ada satu kejadian lucu hari itu, selepas kami menunaikan ibadah dan duduk di gazebo sambil sarapan lontong yang dibawa dari rumah, entah karena cuaca yang cukup dingin atau apa, tetapi bapak mendadak mengeluarkan gas yang bersuara keras. Sontak kami langsung tertawa terbahak-bahak, untungnya sekitar kami belum terlalu ramai orang.

Berikutnya hari-hari kuliahku dihabiskan dengan banyak berpergian dari rumah ke kampus dengan bapak, aku masih ingat hari itu hari Jumat dan menjadi hari terakhir ospek fakultas. Sehari sebelumnya, aku menelepon bapak untuk menjemputku pulang karena aku sudah rindu rumah dan masakan mamah. Saat sampai di kost, senyumku langsung merekah karena melihat bapak sudah menunggu di depan pintu dengan tas ransel yang selalu dibawanya, rasanya lelah ospek fakultasku jadi hilang begitu saja. Hari itu akhirnya kami pulang ke rumah dengan aku yang terlampau senang.

Setiap aku pulang ke rumah, bapak selalu menunggu di pinggir jalan tempat bus berhenti. Bapak selalu ada di sana menungguku dengan tenang dan menyambutku dengan riang ketika turun dari bus dan berikutnya akan langsung sigap membawakan tasku. Bapak… selalu ada di sana untuk menyambut kedatanganku.

Kemanapun aku pergi, bapak akan selalu memastikan apakah aku benar-benar ingin dan bisa pergi sendiri atau perlu dia antar. Saat itu, aku selalu menjawab bahwa aku sudah bisa pergi sendiri meskipun untuk sampai pada kondisi seperti itu butuh sekitar hampir dua semester yang aku habiskan dengan pulang pergi Majalengka-Jatinangor harus ditemani bapak. Sampai akhirnya di semester tiga aku sudah bisa sepenuhnya pulang pergi tanpa perlu didampingi lagi.

Saat pandemi datang dan mengharuskan kita semua belajar serta bekerja dari rumah, bapak selalu ada di jam makan siangku dengan mengetuk pintu kamar. Bapak akan bertanya mau makan siang dengan apa atau ingin makan camilan apa. Kalau aku sedang di minggu ujian, bapak akan langsung mengerti dan membawakan makanan yang aku suka tanpa harus bertanya terlebih dahulu. Kalau sudah bosan makan dengan apa, bapak selalu berinisiatif untuk membuat nasi atau telur goreng, kami sekeluarga menyebutnya nasi dan telur goreng spesial karena bapak selalu menaruh garam terlalu banyak hahaha. Beda lagi kalau pisang yang ada di kebun sedang berbuah banyak, bapak akan langsung mengubahnya menjadi pisang goreng dan menyajikannya dengan susu coklat yang ditambahkan meses atau keju di atasnya.

Selanjutnya, setiap kali aku melaksanakan rangkaian sidang untuk mendapatkan gelar, bapak akan berdiri di balik pintu kamar dan langkahnya yang bolak-balik itu bisa aku dengar dari dalam. Bapak selalu paling gugup setiap kali aku sidang, tapi di depanku dia selalu berusaha meyakinkanku bahwa aku bisa melaluinya dengan baik. Padahal aku tahu di balik pintu kamarku, dia sendiri yang sangat cemas dan perasaannya yang sudah tak menentu.

Saat akhirnya hari wisuda datang, bapak sangat semangat untuk memberitahu saudara yang lain dan mengajak mereka untuk ikut hadir merayakan hari besarku (hari besarnya juga). Di hari sebelumnya, aku dengan semangat mengajak bapak dan mamah untuk berfoto terlebih dahulu di ruang tamu dan menyuruh mereka berganti pakaian yang rapi untuk aku abadikan. Bapak lagi-lagi paling semangat mengabadikan momen dan tersenyum lebar sekali meskipun di dalam foto senyumnya terlihat sedikit canggung.

Foto itu menjadi foto terakhir yang aku ambil bersama bapak. Tujuh bulan kemudian, bapak meninggalkan kami, sehingga foto saat wisuda hari itu adalah foto yang akan aku kenang selama hidup setiap kali aku merindukan bapak.

Sejak bapak pergi, sudah tidak akan ada lagi yang menanyakan apakah aku bisa pergi sendiri setiap kali aku akan berpergian ke luar kota, tidak akan ada lagi yang mengetuk kamarku untuk menanyakan akan makan siang dengan apa, tidak akan ada lagi yang tiba-tiba membuatkan nasi, telur, atau pisang goreng ketika aku bingung mau makan apa, dan tidak akan ada lagi yang menyambutku di pemberhentian bus saat aku sampai.

Bapak, meskipun kamu pergi dengan cukup mendadak dan tanpa mengucapkan apapun kepada kami. Semoga kamu tenang di alam sana dan tetap berbahagia. Aku bangga menjadi anak bapak dan kalau ditanya apakah aku maumenjadi anak bapak lagi jika perlu mengulang waktu, maka aku akan jawab dengan yakin bahwa aku akan tetap memilih menjadi anak bapak.

Al-fatihah.

--

--

Devi Putri R
Devi Putri R

Written by Devi Putri R

welcome to my playground! <3

No responses yet